erek bendera

    Release time:2024-10-08 03:39:53    source:52 di erek erek   

erek bendera,royal188 slot,erek benderaJakarta, CNN Indonesia--

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan ada setidaknya 14 BPR yang gulung tikar pada Januari 2024-Juli 2024. Teranyar, OJK mencabut izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur.

Masalah umum yang dihadapi BPR adalah permodalan. Beberapa bank juga dilabeli 'tidak sehat' oleh wasit industri jasa keuangan itu, sebelum akhirnya ditutup.

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menilai fenomena kebangkrutan bank tersebut bukan hal mengejutkan. Ia mencatat jumlah BPR dari tahun ke tahun memang terus berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yusuf menghitung bahwa rata-rata jumlah BPR turun 22 unit dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya, ada tiga faktor utama kejatuhan bank yang umumnya melayani wong cilik ini.

"Pertama, proses merger, di mana BPR melakukan konsolidasi untuk meningkatkan daya saing mereka," kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/7).

"Kedua, kejatuhan BPR karena kalah bersaing dengan bank komersial lebih besar yang masuk ke segmen kredit mikro sebagaimana BPR. Persaingan di segmen kredit mikro ini juga semakin keras dengan masuknya pemain baru, seperti bank digital dan fintech lendingatau pinjaman online(pinjol)," sambungnya.

Ketiga, Yusuf menyebut fenomena BPR bangkrut disebabkan oleh kelemahan tata kelola. Ia mencontohkan beberapa kasus, termasuk penggelapan dana nasabah oleh pemilik.

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memberikan penjelasan serupa. Ia menegaskan apa yang terjadi belakangan ini murni seleksi alam.

"Secara umum kalau saya lihat itu masih wajar saja, dari ribuan (BPR) yang mengalami tutup operasi belasan. Jadi, ya saya rasa itu belum jadi suatu concern," ucapnya.

Lihat Juga :
Daftar Bank Bangkrut Sejak Awal 2024, Terakhir Jepara Artha

"Wajar kalau misalkan BPR pada saat ini, dari ribuan itu, 14 kemudian mengalami tutup operasi. Karena mungkin mereka dari sisi permodalan sudah tidak kuat lagi, jadi ini faktor seleksi alam saja," tegas Myrdal.

Ia memang tak memungkiri ada juga faktor pandemi covid-19 yang berperan. Di lain sisi, kondisi keuangan global menguji ketahanan BPR di tanah air.

Myrdal mengatakan kondisi internal BPR bervariasi. Ada yang punya capital adequacy ratio (CAR)solid dan mampu mengantisipasi perubahan kebijakan, tapi tak sedikit tersapu badai.

"Memang, ke depannya perlu ada biaya bunga yang lebih murah supaya masyarakat itu bisa terus membayar pinjaman mereka dengan baik, tidak mengalami lonjakan non-performing loan (NPL)," saran Myrdal kepada pemerintah.

"Kalau NPL (kredit bermasalah) melonjak, belum tentu bank yang modalnya tidak kuat akan survive. Kita harapkan ada ekspektasi penurunan suku bunga. Itu sebisa mungkin segera, walau ini juga tergantung kondisi global," tambahnya.

Lihat Juga :
Daftar 9 Bank Bangkrut Sejak Awal 2024

Senada, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menekankan bahwa setiap tahun selalu ada BPR bangkrut. Ia menegaskan ini bukan sebuah sinyal khusus terhadap kondisi perbankan di Indonesia.

Banjaran turut menelusuri data dan informasi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di mana hasilnya ditemukan bahwa penutupan BPR mayoritas terjadi karena masalah fraud dan ada juga imbas tata kelola manajemen yang buruk.

"Selain itu, juga menyangkut persyaratan-persyaratan tertentu, khususnya mengenai tingkat kesehatan. Tidak terpenuhinya kriteria dasar oleh manajemen BPR atau BPR Syariah, (maka) bank tersebut harus ditutup kegiatan usahanya karena masalah kesehatan bank," tuturnya.

Banjaran mengatakan penguatan BPR perlu dilakukan secara sistematis. Langkah ini bisa dilakukan mulai dari penerbitan aturan baru yang lebih ketat hingga pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Ia mendesak pemerintah atau regulator mencari jalan untuk mengatasi tantangan terkait permodalan. Banjaran menyarankan konsolidasi BPR, terutama bagi yang belum memenuhi persyaratan modal inti minimum.

Lihat Juga :
Basuki Ungkap AC Jadi Biang Kerok Jokowi Tak Tidur Nyenyak di IKN

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae sebenarnya pernah menjelaskan soal fenomena ini. Bisa dibilang, kebangkrutan BPR memang 'sengaja' dilakukan.

Pasalnya, BPR ke depan punya mandat dan kewenangan baru. Ini sesuai dengan amanah UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

"Kalau BPR-BPR itu sudah mendasar persoalannya, apalagi terkait penipuan atau fraud, tentu ini kita harus akhiri (tutup)," kata Dian dalam Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 yang disiarkan di YouTube OJK, Selasa (20/2).

Lihat Juga :
Daftar 14 Bank Bangkrut per Juli 2024, Ada yang Syariah?

"Kita tidak bisa membiarkan BPR ada di situ malah mengganggu integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap industri BPR yang sebetulnya secara umum kinerjanya bagus dan terus tumbuh, bisa memberikan pelayanan ke UMKM dan masyarakat kecil di berbagai daerah," imbuhnya.

Pada awal 2024, ia mengakui bahwa jumlah BPR terus berkurang drastis dari semula ada 1.600 unit.

Meski secara umum kinerja bank terbilang sehat, citranya terdampak oleh BPR lain yang bermasalah, bahkan terindikasi fraud. Oleh karena itu, Dian menegaskan OJK bakal segera menuntaskan persoalan yang menjangkiti BPR.

"Kami di OJK sepakat menyelesaikan semua BPR-BPR bermasalah secepat mungkin, mungkin tahun ini (2024) akan kita bereskan. Mungkin akan ada peningkatan BPR yang ditutup kalau seandainya tidak bisa di-rescue (diselamatkan)," jelasnya.

[Gambas:Photo CNN]

"Itu untuk kepentingan jangka panjang sehingga BPR betul-betul merupakan lembaga yang bisa dipercaya, dikatakan andalan oleh masyarakat kecil di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga orang berurusan dengan BPR itu betul-betul dalam posisi confident, tidak takut uang digelapkan, dan sebagainya. Ini alasan pokoknya itu, penyehatan BPR itu dilakukan sistematik oleh kami," sambung Dian.

OJK juga punya sederet penjelasan lain mengapa banyak BPR yang akhirnya gulung tikar.

Pertama, Dian menegaskan kepemilikan BPR sekarang sudah tak bisa dimonopoli lagi. Oleh karena itu, ia menyarankan adanya konsolidasi sejumlah BPR yang dikuasai satu orang.

"Sehingga kita akan menggunakan single presence policy,jadi satu orang itu hanya boleh memiliki satu BPR. Kalau sekarang memiliki 10 BPR, itu harus digabung, nanti 9 (BPR lain) jadi kantor cabang. Itu dalam konteks konsolidasi kalau kepemilikan sama," jelasnya.

Kedua, ada aturan modal minimum. Ia menyebut BPR sekarang harus memenuhi ketentuan modal minimum sebesar Rp6 miliar jika ingin tetap beroperasi.

Bagi BPR yang belum memenuhi persyaratan, OJK mendorong adanya merger. Dian menekankan pihaknya akan mengupayakan keberlangsungan BPR jika memang masalahnya bersifat struktural, termasuk penyehatan.

[Gambas:Video CNN]